the personal blog of esiana1ndo
Minggu, 16 Juni 2013
Jumat, 14 Juni 2013
Perpustakaan, Oh Perpustakaan
MINAT baca selama ini menjadi salah satu masalah besar bagi
bangsa Indonesia. Betapa tidak, saat ini minat baca masyarakat Indonesia
termasuk yang terendah di Asia.
Indonesia hanya unggul di atas Kamboja dan Laos. Padahal
semakin rendah kebiasaan membaca, penyakit kebodohan dan kemiskinan akan
berpotensi mengancam kemajuan dan eksistensi bangsa ini. Parahnya lagi,
rendahnya minat baca bukan hanya terjadi pada masyarakat umum, di SD, SMP, SMA,
bahkan di perguruan tinggi pun minat baca mahasiswa sangat rendah. Hal tersebut
sangat bertolak belakang dengan kondisi di Jepang.
Saat ini tentu kita sudah melihat bagaimana kemajuan
perkembangan iptek di Jepang. Semua itu disebabkan karena pemerintah Jepang
sangat memprioritaskan kebutuhan bahan bacaan masyarakatnya, terutama anak-anak
sekolah dan mahasiswa, sehingga tak mengherankan jika perpustakaan, terutama di
kampus-kampus Jepang, selalu ramai dikunjungi mahasiswa.
Berbeda dari kondisi perpustakaan kampus di Indonesia,
perpustakaan kampus tak lebih hanya sebagai tempat penyimpanan dan pajangan
berbagai koleksi buku dan bahan referensi lainnya. Lebih ironis lagi,
perpustakaan kampus sering dijadikan sebagai tempat untuk pacaran, bukan tempat
membaca dan berdiskusi.
Sebagai seorang mahasiswa dan calon ilmuwan, perpustakaan
seharusnya menjadi tempat yang paling dicari, terutama dalam mencari referensi
untuk membuat atau menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Menumbuhkan Minat Baca
Faktor yang menjadi peyebab sepinya perpustakaan, selain
minat baca mahasiswa yang menurun, juga karena perpustakaan tidak bisa
mengikuti perkembangan zaman dengan tidak memenuhi kebutuhan mahasiswa. Untuk
memenuhi kebutuhan tugas-tugas kuliah, mahasiswa seringkali lebih memilih cara
instan, yaitu mencari di internet.
Mengapa minat baca mahasiswa rendah? Menurut (Arixs: 2006)
ada enam faktor penyebab: (1) Sistem pembelajaran di Indonesia belum membuat
mahasiswa harus membaca buku, (2) banyaknya tempat hiburan, permainan, dan
tayangan TV yang mengalihkan perhatian mereka dari menbaca buku, (3) budaya
baca memang belum pernah diwariskan nenek moyang kita, sedangkan budaya tutur
masih dominan daripada budaya membaca, (4) sarana untuk memperoleh bacaan
seperti perpustakaan atau taman bacaan masih merupakan barang langka, (5) tidak
meratanya penyebaran bahan bacaan di berbagai lapisan masyarakat (6) serta
dorongan membaca tidak ditumbuhkan sejak jenjang pendidikan praperguruan
tinggi.
Perpustakaan sesungguhnya memainkan peranan penting bagi
terciptanya budaya membaca bagi mahasiswa. Perpustakaan merupakan jembatan
menuju penguasaan ilmu pengetahuan, dapat memberikan kontribusi penting bagi
terbukanya akses informasi, serta menyediakan data yang akurat bagi proses
pengambilan sumber-sumber referensi bagi pengembangkan ilmu pengetahuan. Dan
semua itu hanya bisa di dapatkan dengan cara membaca.
Oleh sebab itulah, perpustakaan kampus hendaknya didesain
sedemikian rupa supaya mahasiswa dan civitas academica lebih betah berada di
sana. Perpustakaan harus mampu memenuhi dahaga para mahasiswa yang haus akan
ilmu pengetahuan dengan empat cara.
Pertama, menambah sarana dan prasarana perpustakaan, seperti
adanya fasilitas dan jaringan internet atau wi-fi, memperbanyak ruang diskusi,
dan memperbaiki ruang bacaan. Jika hal ini dapat diwujudkan, tentu akan menarik
perhatian mahasiswa berkunjung ke perpustakaan.
Kedua, memberikan pelayanan yang baik, ramah, dan
bersahabat. Hal ini sangat penting mengingat para pengunjung adalah mahasiswa
yang berpendidikan. Jadi jika ada pelayanan dari petugas yang kurang baik dan
kurang memuaskan tentu mereka akan protes dan kurang nyaman dalam menggunakan
fasilitas perpustakaan.
Ketiga, tersedianya koleksi buku yang memadai. Koleksi bahan
bacaan (buku atau literarur) merupakan komponen yang paling penting bagi
perpustakaan. Koleksi yang harus dimiliki oleh perpustakaan minimal adalah buku
wajib bagi setiap mata kuliah yang diajarkan dan jumlahnya harus memadai.
Menurut SK Mendikbud 0686/U/1991, setiap mata kuliah dasar dan mata kuliah
keahlian harus disediakan dua judul buku wajib dengan jumlah eksemplar
sekurang-kurangnya 10 % dari jumlah mahasiswa yang mengambil mata kuliah
tersebut.
Keempat, menciptakan iklim membaca di kampus. Lingkungan
akademik yang kondusif akan mendorong mahasiswa untuk rajin ke perpustakaan.
Hal itu bisa dilakukan, misalnya dengan cara dosen memberikan tugas membaca
bagi mahasiswanya.
Jika perpustakaan dapat memberikan layanan yang baik dan
menyediakan berbagai kebutuhan literatur yang dibutuhkan, maka mahasiswa akan
banyak mendatangi perpustakaan. Lingkungan yang demikian memang tidak bisa
diciptakan sendirian oleh perpustakaan, melainkan harus bekerja sama dengan
seluruh warga kampus
Langganan:
Postingan (Atom)